Ciputat, USHUL NEWS – Wasathiyyah adalah cara beragama dalam Islam yang ideal namun tetap menghormati perbedaan. Demikian disampaikan Dosen Ushul Fiqh Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Khairul Insan, Lc, M.S.I ketika menjadi narasumber pada Seminar Internasional yang digelar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan Kedutaan Besar Mesir, dihelat di UMJ, Senin (23/5/2022).

“Selama masih dalam ranah yang dilegitimasi agama, Wasathiyyah merupakan cara beragama dalam Islam yang ideal namun tetap menghormati perbedaan,” katanya.

Khairul mengatakan, Wasathiyyah memungkinkan setiap muslim bisa menjalankan keislamannya secara utuh. “Wasathiyyah juga di mana setiap muslim bisa menjalankan agama secara kaffah (utuh) tanpa kecurigaan dan cibiran radikalisme, ekstremisme dan Islamphobia,” sambungnya.

Seminar yang bertajuk “Peran Al-Azhar Asy-Syarif dalam Mengukuhkan Moderasi Islam” ini merupakan respons dari maraknya kegiatan ekstremisme dan radikalisme yang merebak di banyak negara akibat dari kejengkelan dari sikap negara barat yang selalu memosisinya Islam secara tidak proporsional.

Seminar Internasional ini melibatkan akademisi dari Mesir yakni Dr. ’Ali Ibrahim, Dr. Syauqi Al-Athor, Dr. Muhammad Salim ’Amir, dan Dr. Fathullah Muhammad Fathullah, dan akademisi dari Indonesia yakni Dr. Saiful Bahr, Lc, MA., yang juga merupakan ketua LPP AIK dan Khairul Insan, Lc, M.S.I.

Seminar ini juga diikuti oleh mahasiswa dan dosen UMJ serta Duta Besar Mesir untuk Indonesia yang diwakili oleh pejabat Kedutaan Mesir untuk Indonesia. Seminar diselenggarakan bertujuan untuk mengampanyekan Islam wasathiyah (moderasi Islam).

Pihak kedutaan besar Mesir untuk Indonesia menjelaskan bahwa kampanye wasathiyah Islam merupakan program Universitas Al-Azhar Asy-Syarief, Rektor UMJ, Dr. Ma’mun Murod, M.Si dalam sambutannya mengatakan, kampanye wasathiyah Islam harus dilakukan secara menyeluruh.

“Artinya upaya kampanye wasathiyah Islam tidak hanya memerangi ekstremisme agama, tapi juga harus memerangi ekstremisme ekonomi, politik, dan hukum. Wasathiyah bukan hanya keagamaan tapi lebih utuh dan lebih kaffah,” jelasnya.

Menurut Ma’mun, tema seminar yang diselenggarakan merupakan tema yang juga diperbincangkan dunia saat ini. Universitas Al-Azhar juga pernah mengadakan seminar dengan tema khusus tentang moderasi Islam. Tema ini menguat ketika munculnya sejumlah upaya golongan islamophobia yang menyudutkan Islam sebagai ekstrimis, radikalis, intoleran.

Menurut para narasumber, wasathiyah (moderasi) itu besar maknanya. Setiap orang punya pendapat yang berbeda. Inti dari moderasi adalah istiqamah terhadap ajaran Nabi Muhammad saw. Moderasi dalam beragama Islam menjadi penting untuk keseimbangan.

Moderasi adalah ketika seseorang benar-benar mengamalkan agamanya berdasarkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan ajaran nabi. Moderasi ada seharusnya ada di setiap sisi dan lini kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, muamalah, dan banyak hal.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Saiful Bahri, Lc., MA., menjelaskan lebih spesifik moderasi dalam pendidikan. Saiful melihat pendidikan di UMJ menerapkan moderasi dalam pendidikan yakni pendidikan yang inklusif.

“Seperti yang diketahui bahwa kampus UMJ memiliki 4 fakultas yang menerima mahasiswa difabel, bahkan telah terbentuk komunitas difabel. “Ayat Al-Quran, yakni surat ‘Abasa telah diterapkan di UMJ,” ujar ketua LPP AIK UMJ.

Menurutnya, moderasi pendidikan diatur dalam Islam melalui surat ‘Abasa. Hal tersebut bisa dilihat dari asbabun nuzul (sebab diturunkannya ayat), bahwa Rasul ditegur karena bermuka masam ketika ada Abdullah bin Ummi Maktum yang tuna netra ingin ikut menuntut ilmu. (man/fu)