Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara

(Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

 

Belakangan ramai orang bicara tentang warisan, tapi bagi saya warisan yang dibicarakan terkesan statis. Artinya seperti sebuah takdir yang tidak bisa diubah ataupun diimprove. Memang ada warisan statis yang tidak bisa diubah, misalnya berkaitan dengan ras, warna kulit, pokoknya yang berkaitan dengan aspek fisik manusia. Tetapi ada warisan yang bersifat dinamis, seperti bahasa, budaya dan juga agama. Mengapa begitu? Karena manusia itu makhluk istimewa yang diberi Allah kebebasan memilih, dan itu hanya diberikan kepada manusia. Dengan itu manusia bisa mengembangkan apa yang diwariskan Allah kepada manusia, khususnya warisan yang bersifat dinamis.

Dalam hal agama, beragama itu termasuk warisan yang bersifat dinamis. Tidak mesti dalam arti konversi agama. Mungkin pada masa kanak-kanak kita diberikan ajaran-ajaran tertentu oleh guru kita. Itu tidak berarti final, kita harus terus mengembangkan pengetahuan agama kita menuju kepada yang lebih baik, lebih sempurna.

Dengan demikian pemahaman kita tentang agama bisa lebih luas, tidak kaku dan doktriner. Karena kesempitan pengetahuan bisa menyebabkan kita jadi fanatik, merasa pandangannya saja yang benar dan yang lain semuanya salah. Memang sih pilihan manusia untuk bersikap statis dalam memahami agamanya, artinya terpaku pada suatu titik pemahaman, tetapi kita juga bisa memilih untuk bersikap dinamis, misalnya dengan terus mencari dalil-dalil naqliah dari tiap butir keyakinannya, ditopang dengan argumen-argumen yang rasional yang bisa menguatkannya.

Manusia bukan benda mati yang harus menerima begitu saja warisannya, tetapi, dengan kebebasan memilih yang dimilikinya, ia bisa mendinamiskan warisannya sehingga mampu mengembangkan segala potensinya semaksimal mungkin dan menjadi indah dan rahmat bagi seluruh alam. Namun kebenaran apa pun yang kita yakini tidak boleh kita jadikan sebagai alasan untuk melakukan intimidasi, persekusi, penghinaan dan memandang diri kita paling benar.

Marilah kita tunjukkan kebenaran dari keyakinan kita dengan contoh-contoh teladan yang baik dan pencapaian yang gemilang di berbagai bidang, sehingga dari apa yang kita lakukan dan prestasi yang kita capai, orang akan menilai indahnya dan benarnya keyakinan yang kita peluk. Dan inilah menurut saya dakwah yang sesungguhnya, sesuai dengan ajakan al-Qur’an فاستبقوا الخيرات (berlomba-lomba dalam kebaikan!). Allahu a’lam, semoga bermanfaat!