Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara
(Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
TIDAK banyak yang tahu sisi metafisik Nabi Muhammad sebagai “Tujuan Akhir Penciptaan Alam Semesta.” Dan ajaran ini dilandaskan pada sebuah hadis qudsi, yang berbunyi: لولاك ولولاك ما خلقت الافلاك كلها yang artinya kurang lebih sebagai berikut: “Sungguh, kalau bukan karena engkau (ya Muhammad) tidak akan pernah Aku ciptakan alam semesta ini. Maka berdasarkan pada hadis tersebut, bukan hanya umat Islam yang berhutang budi kepada Nabi kita, tapi seluruh umat manusia, bahkan seluruh makhluk (yang hidup maupun yang mati) berhutang budi ke pada baginda Rasulullah saw. Sebab kalau bukan karena beliau, maka seluruh alam yang maha luas ini tak pernah akan diciptakan oleh Allah.
Konsep ini telah dijadikan salah satu dasar bagi ajaran penting tasawuf tentang Insan Kamil: Manusia sempurna. Para sufi telah menjadikan Nabi kita sebagai contoh par excellent bagi Insan Kamil. Insan kamil digambarkan sebagai orang yang telah mengaktualkan semua potensi kemanusiaan dan menjadi cermin dari seluruh sifat-sifat Tuhan yang mungkin bagi manusia. Karena itu tidak heran kalau para filosof menyebut manusia sebagai “mikro kosmos.” Tetapi menurut Jalaluddin Rumi ketika seorang manusia mencapai tingkat insan kamil, seperti yang dicontohkan oleh Nabi kita, maka manusia bukan lagi mikrokosmos, tetapi makrokosmos, seperti tergambar dalam salah satu syairnya yang indah: “Memang secara lahiriah (kasat mata) buah muncul dari ranting, tetapi secara hakiki justru ranting, bahkan seluruh pohon itu tumbuh demi buah tersebut. Kalau bukan karena buah akan sang pekebun menanam pohon?” Buah yang dimaksud tak lain daripada manusia sempurna.
Konsep ini bukan semata doktrin agama tetapi juga mendapat pembenaran ilmiah dari para ilmiah dalam apa yang mereka sebut sebagai prinsip antropik (Anthropic Principle) yang menyatakan bahwa alam semesta telah ditala dengan sangat halusnya (finely tuned), dan tidak boleh menyimpang sedikit pun semata-mata untuk menghasilkan makhluk berkesadaran-diri: manusia. Penalaan yang halus itu dibuktikan dalam apa yang disebut sebagai konstanta fisik, seperti konstanta masa atom, konstanta bilangan Avegadro, Boltzmann, Faraday, Bohr dll. yang telah mengatur secara konstan dan halus operasi alam, pada level makro maupun mikro yang tidak mentolelir sedikit saja penyimpangan. Sedikit saja terjadi penyimpangan maka tujuan penciptaan tak akan pernah tercapai.
Teori ini memperkuat pandangan yang mengatakan bahwa manusia –khususnya manusia sempurna–adalah tujuan akhir penciptaan Alam semesta, dan karena Nabi kita dikatakan sebagai yang terbaik dari segala makhluk-Nya (khayri khalqihi), maka benarlah pernyataan hadis qudsi tersebut di atas: Kalau bukan karena engkau ya Muhammad, tak akan pernah Aku ciptakan alam semesta ini. Karena itulah barangkali kita diminta untuk bersalawat kepada beliau, karena seperti dinyatakan dalam al-Qur’an bahwa Allah sendiri dan para malaikat bersalawat kepada dan untuk junjungan Nabi kita Muhammad saw. Khatam al-nabiyyin wal-mursalin. Mari kita bersalawat kepada beliau sebagai rasa takzim, cinta dan ungkapan terima kasih. (m.nts)
Sumber: Facebook