Oleh: Dr. H.M. Zuhdi Zaini, MA

Fenomena di zaman sekarang, timbulnya banyak paham keagamaan, dari yang ekstrim sampai yang moderat.Untuk menjembatani paham keagamaan yang beragam itu, perlu kajian tentang pengertian syariat, hukum dan fiqh.

Studi tentang syariat, hukum dan fiqh sangat signifikan. Terminologi ini dikaji secara khusus dalam kajian ilmu ushul fiqh.

Kesalahpahaman sebagian orang ketika melihat Islam dari aspek hukum, namun mereka tidak membedakan ketiga istilah ini. Hingga seringkali terjadi kerancuan dalam menetapkan suatu hukum.

Pengertian syariat
Secara etimologis syariah adalah jalan menuju air atau jalan air. dan syariah juga bermakna jalan wahyu. Penulis buku al-maqāshid al-ammah li syarī’ah al-islāmiyah mengatakan bahwa syariat dalam makna jalan air akan menyehatkan badan, sedangkan syariat dalam arti jalan wahyu akan menyehatkan ruhani.

Syariat menurut ulama adalah,

الشريعة: ما شرعَه الله لعباده من العقائد والأحكام

Syarī’ah adalah apa yang Allah Ta’ala syariatkan kepada hamba-hamba-Nya baik berupa aqidah atau hukum.

Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (QS. al-Jātsiyah [45]: 18)

وقال ابن حزم رحمه الله :” الشريعة هي ما شرعه الله تعالى على لسان نبيه صلى الله عليه وسلم في الديانة ، وعلى ألسنة الأنبياء عليهم السلام قبله.

Dan Ibnu Ḥazm berkata, syariat adalah semua yang Allah syariatkan kepada lisan Nabi-Nya saw tentang agama dan juga yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya.

شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nūḥ dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrāhīm, Mūsā dan ‘Isā yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. al-Syūrā [42]: 13)

Pengertian hukum
Secara bahasa hukum adalah menetapkan sesuatu atas sesuatu. sedangkan hukum menurut ilmu ushul fiqh adalah

الحكم هوخطاب الشارع المتعلق بافعال المكلفين طلبا او تخييرا او وضعا

Hukum adalah khitab Syari’ yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang dewasa), baik berupa tuntutan, pilihan atau ketetapan.

Wahbah Zuhaylī mendefinisikan hukum sebagai berikut:

هو خطاب الله تعالى المتعلق بافعال المكلفين بالاقتضاء از التخيير او الوضع

Hukum adalah khitab Allah Ta’ala yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan atau ketetapan. (Wahbah Zuhaylī, Ushūl al–Fiqh al–Islāmī, jilid, 1, h. 37)

Sebagai contoh;

firman Allah Ta’ala

اقيموا الصلاة

Teks ayat di atas “dirikanlah shalat” adalah hukum menurut ulama ushul fiqh. Pemahaman atau efek dari teks tersebut yakni “shalat itu wajib” adalah pendapat ulama fiqh (Fuqaha).

Contoh lain, firman Allah Ta’ala

لا تقربوا الزنا

“Janganlah engkau mendekati zina“.

Teks larangan mendekati zina adalah hukum menurut ulama ushul fiqh.

Berzina itu haram adalah pendapat ulama fiqh (fuqaha).

Dengan demikian, pada tataran hukum menurut ulama ushul fiqh tidak terjadi khilaf atau perbedaan pendapat, namun pemahaman dari teks kemungkinan sepakat, mungkin juga khilaf. Untuk sampai kepada pemahaman komprehensif, diperlukan seperangkat ilmu alat tertentu.

Pengertian fiqh
Secara etimologis fiqh artinya pemahaman yang mendalam terhadap sesuatu. Sedangkan fiqh secara terminologis.

أما الفقه اصطلاحاً فهو العلم بالأحكام الشرعية العملية المستنبطة من أدلتها التفصيلية

Adapun fiqh menurut istilah adalah ilmu tentang hukum syariat praktis yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Fiqh adalah ilmu yang diperoleh melalui proses istinbat (pengambilan hukum). Pendek kata, fiqh adalah pemahaman ulama terhadap teks al Qur’an maupun hadis

Dalam literatur klasik ada fiqh Ḥanāfī, Mālikī, Syāfī’ī, Ḥanbālī dan sebagainya. Kumpulan pendapat mereka disebut mazhab. Perbedaan pendapat dalam bidang fiqh itu sebuah keniscayaan. Mereka yang mengklaim kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah boleh saja bagi orang tertentu yang sederajat dengan mujtahid.

Adapun orang awam tentu secara rasional tidak dapat kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah karena untuk dapat merujuk langsung kepada al Qur’an dan as Sunnah dibutuhkan seperangkat ilmu pendukung, seperti ilmu nahwu, sharaf, fiqh, ushul fiqh, hadis, ilmu hadis, tafsir, ilmu tafsir, llmu balaghah, ilmu logika dan sebagainya. Maka slogan kembali kepada al-Qur’an dan al Hadis bagi orang awam adalah kalimat mubadzir.

Fenomena yang menarik sekarang ini, tidak sedikit orang awam hanya bermodalkan sedikit bahasa arab merasa telah menjadi ulama, lalu tidak sungkan menyalahkan orang lain bila berbeda pendapat dengannya. Perbedaan pendapat dalam kajian ushul fiqh adalah ranah ahli ushul fiqh bukan ranah orang awam. Perbedaan diantara ulama dalam menetapkan hukum, tidak boleh diikuti oleh orang awam, atau dengan kata lain, orang awam tidak boleh bertindak sebagaimana tindakan para ulama. Karena yang memahani ilmu ulama hanyalah ulama.

Secara sederhana syariat adalah seluruh aturan yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada seluruh Nabi-Nya. Hukum adalah teks al-Qur’an maupun al-Sunnah, sedangkan fiqh adalah pemahaman dari teks al-Qur’an dan al Sunnah. Pada tataran syariat dan hukum manusia tidak berbeda pendapat, namun pemahaman terhadap al–Qur’an dan al–Sunnah pasti terjadi perbedaan karena fiqh merupakan produk pemikiran ulama.

Contoh sederhana tentang mengusap kepala saat berwudhu, Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Mā’idah/5: 6)

Menurut ulama Syāfi’īyah mengusap kepala cukup sebagian kepala, demikian juga menurut pendapat mazhab Ḥanāfī, karena menurut mereka huruf ba (ب) pada kata برؤوسكم adalah ba li tab’id yang menunjukkan sebagian kepala. Sedangkan menurut ulama Mālikī huruf ba (ب) itu bermakna tambahan, sehingga bermakna seluruh kepala. Perbedaan pendapat ulama tentang satu kasus yakni mengusap kepala padahal ayatnya satu, ini mengisyaratkan bahwa pemahaman atau fiqh sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat.

Orang yang mengklaim kebenaran terhadap satu pendapat lalu mengecilkan pendapat ulama yang lain adalah tanda tidak berpengetahuan. Apalagi bila ada orang awam yang mengkritik pendapat ulama, itu pasti karena kebodohan yang nyata. Perbedaan dalam pemahaman keagamaan suatu realitas, dan tidak bisa dipungkiri. Sikap menghargai pendapat ulama dalam perbedaan adalah tanda seorang ulama.

Wallahu a’lām.

Selamat pagi dan mari menikmati perbedaan dalam bingkai persaudaraan.