Gedung FU, USHUL NEWS – Acara pembukaan International Conference on Qur’an and Hadith Studies (ICONQUHAS) ke IV, langsung dilanjutkan dengan pemaparan materi dari para narasumber. Narasumber yang berasal dari Australia dan Iran ikut meramaikan ICONQUHAS IV hari pertama, dengan fokus pembahasan pada persoalan Hadith Studies. Selasa (9/8/2022)

ICONQUHAS IV hari pertama ini diisi oleh 4 pakar dari berbagai Perguruan Tinggi di dunia, di antaranya adalah Prof. Dr. Abdul Majid Hakimollahi (Al Mustafa International University, Iran), Dr. Adis Duderija (Senior Lecturer of Griffith University, Australia), Dr. Abdul Hakim Wahid, MA (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia), Lisfa Sentosa Aisyah, MA (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia), dan dimoderatori oleh Acep Muslim, S.Sos., MGMC (UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia).

Pemateri pertama, Senior Lecturer of Griffith University Australia, Adis Duderija, menjelaskan tentang argumen utama dan metodologi yang mendasari lima pendekatan utama reformasi hadis dalam wacana Islam kontemporer, terutama pendekatan progresif kontekstualis.

“Reformasi dalam non-tradisionalisme, wakil utamanya seperti Al Bani. Fokus pada apa yang dianggap lemah, dan dipengaruhi oleh kaum rasionalis seperti Abduh. Sasaran kritiknya ada pada tradisionalisme seperti Ramadhan al-Buthi,” katanya.

“Sementara untuk pendekatan progresif kontekstualis, ada Faqihudin Abdul Qodir, Khaled M. Abou El Fadl. Fokusnya pada karakter konteks sejarah, karakter kontekstualis yang kuat, dan dimensi sosiologis. Tidak hanya melihat isnad tetapi melihat hadis sebagai produk realitas sosial dan budaya. Menekankan peran konteks historis dalam konseptualisasi dan interpretasi al-Qur’an, sunnah dan hadis serta karakter kontekstualnya yang inheren, terutama dalam kaitannya dengan dimensi sosial hukumnya. Menafsirkan hadis sedemikian rupa sehingga akan membantu masyarakat muslim untuk maju dan menyelaraskannya dengan etika kontemporer,” papar Adis

Pemateri kedua, dari Al Mustafa International University, Iran, Abdul Majid Hakimollahi, menjelaskan terobosan-terobosan yang dilakukan para ulama Iran dalam bidang kajian al-Qur’an dan hadis.

“Banyak para ulama dari Iran yang melakukan terobosan-terobosan dalam bidang kajian Qur’an dan Hadis, baik dalam bidang penelitian, pengajaran, dan lain sebagainya. Sifat dari pendekatan ini adalah interdisipliner,” ujarnya.

Sementara itu, Lisfa Sentosa Aisyah, dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjelaskan tentang digitalisasi hadis, tinjauan atas aplikasi hadis di era modern. Menurutnya, aplikasi ini hadir untuk memudahkan orang banyak untuk bisa mengakses aplikasi-aplikasi hadis melalui android masing-masing sehingga mudah untuk digunakan.

“Pada digitalisasi di era modern ini, aplikasi ini sudah banyak digunakan oleh banyak kalangan, terutama youtube dan lain sebagainya. Kelebihan software ini untuk memudahkan dalam mencari hadis lengkap dan bisa di copy paste sehingga mudah digunakan untuk para pembelajar hadis pemula. Dalam Qutub Tis’ah selalu harus dirujuk pada kitab aslinya, software ini hanya sebagai pendamping saja, kesulitannya dalam software ini mencakup 1300 kitab, kelebihannya terdapat beberapa literatur tafsir,” jelas Lisfa.

Pemateri terakhir, Abdul Hakim Wahid, dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkan soal paradigma baru teori common link dalam kajian hadis kontemporer. Ia menjelaskan, Common Link digunakan untuk memisahkan antara bagian sanad yang fiktif dengan sanad yang asli.

“Fenomena common link ini memang terlihat nyata yang di mana bisa dijadikan sebagai sumber periwayatan baik dilihat dari jalur mana pun. Common link sebagaimana dilakukan oleh Juyboll tidak sepenuhnya salah, tetapi masih kurang jika didasarkan atas argumentasi. Tujuan Common Link untuk mengetahui kapan hadis tersebut mulai disebar, dan bertanggung jawab terhadap penyebarannya,” paparnya. (man/fu)